Iklan

Setahun Kepergianmu



"Ku akan tau sesuatu, saat kau kehilangan sesuatu itu"

 

Setahun sudah kepergianmu. Pada waktu 40 hari 40 malam sebelum kepergianmu, Kau menceritakan tentang peliknya kehidupan yang sebenarna sangat kompleks. Kau mencerangkan dengan terbata-bata bahwa hidup itu sebenarnya indah dikala kita mau mengerti, mendengar dan juga menerima dengan ikhlas.

Masih teringat jelas dimana semangat hidupmu dibatas waktu bernafas… dengan lagak seperti pahlawan Kau mengajariku untuk menantang dunia dengan pemikiran yang masih berjiwa muda. Walaupun, kau hanya bisa terkapar ditempat tidur Paman.

Setengah tiga waktu menunjukkan saat ayampun menyanyian senandung untuk beribadah. Ditengah kamar tidur sederhana, dengan bau amis luka dikakimu karena luka dan tak kunjung kering itu Dengan penuh antusias kau berkata
Udud sik ben cerdas, biasane jam yahmene ki loroku rodo mendingan.” Dengan logat jawa yang kental Kau tak melarangku untuk merokok. Aku baru sadar apa yang Kau sebut dengan semangat kehidupan walaupun secara norma itu dimubahkan oleh agama.

Sering dulu kau memakiku untuk berhenti merokok dan dilarang ngopi. “Koyok wong tuek ae” Katamu. Tapi itulah manusia. Penyemangat hidup dan kunci semangatnya berbeda-beda. Ada kalanya semangat hidup berkorbar dikala seseorang menemukan sisi keasyikan untuk membuka pikiran dan tenaganya. Dulu kau selalu dengan minuman suplemen dan es batu kau bisa menemukan keasyikan berpikir dan melipatgandakan energimu untuk semnagat hidup yang lebih baik. Bertanggung jawab penuh atas pekerjaan yang diamanahkan. Walaupun efeknya kini kau rasakan dengan penyakit yang merenggut tiga  tahun lamanya kau hidup dibalik kamar tidur.

Ya, itulah semangat hidup tanpa mengabaikan efek dihari tua. Dan aku masih belajar.


Dulu kau selalu memarahiku disaat aku berlaku sesukanya, berani melawan orang tua dan sebagainya kenakalan yang aku perbuat. Tapi dimalam itu kita bagaikan sahabat yang meniti satu demi satu ajaran yang terlewat dari pengalaman hidupmu. Dari mulai pembelajaran untuk berwirausaha, adab atau akhlaq terhadap orang tua, kiprah di kehidupan sosial yang bersinggungan dengan berbagai macam sifat manusia, meniti jalan keharmonisan dalam rumah tangga, dan semuanya itu tanpa aku sadari apa maksud kau bercerita seperti itu.

Setahun sedah kau pergi meninggalkanku, dengan semangat yang masih menggebu itu untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Memiliki daya juang untuk menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu dan bersikap adil dan bijaksana dalam segala hal. Kau mengajariku dengan logat bersahabat seolah kita adalah partner untuk merubah kesalahan yang terlewat yang ditinggalkan orang terdahulu tanpa menyalahkan siapapun.

Paman, mungkin kini kau bisa tersenyum memakiku karena kilabilan emosiku yang masih tinggi. Melupakan proses untuk manusia bisa menjadi manfaat, aku yang lupa tentang factor kejiwaan manusia yang dominan membentuk pola pikir manusia. Mampukah aku menjadi seperti yang kamu harapkan? Dengan segala keterbatasan mataku yang seperti ini? Dengan pengetauan dan pengalamnku yang masih minim?


Aku harus mulai dari mana? Kau selalu cerita tentang baik buruknya keluargaku, apakah aku harus memulainya dari sini?? Untuk menjadikan manusia ketitik sadar apakah harus dimulai dari diri sendiri?

Jujur aku takut, aku kalut Paman…………

Aku tidak ada teman untuk berdiskusi dengan tanggung jawab yang begitu berat sebagai seorang yang terlahir laki-laki. Setahun sudah kau membiarkanku dan percaya kepadaku kalau aku bisa mengatasinya. Dan sampai detik ini setahun berlalu aku masih belum bisa apa-apa? Aku belum bia memberikan sesuatu yang kongkrit. Keluargaku pun masih utuh dengan kehidupan yang dulu.


Tuhan pun seolah membisikkan bisakan merdunya untuk terus aku berpikir dalam dan bertindak sampai rambut putih ini kian banyak tumbuh menghiasi kepalaku. Beri semangatmu Paman…
Ajari aku dan mintakan kepada Tuhanmu, dimana Tuhanmu juga Tuhanku juga….


Do’akan aku….. 


Aku mampu menyadarkan adikku, memberi manfaat pada kaum mushola ini.  Terlalu berat aku memurnikan keabu-abuan warna keluargaku. Aku anggap kau rabun memilihku memikul amanat ini sendirian…..


 Aku sadar... Akan ku nikmati proses tanggung jawab setelah kau buka dengan jelas ilmu itu........ Walaupun aku tau aku ini debu....
LihatTutupKomentar

Iklan