Iklan

Saat Orang Menyatakan Cinta, Jawablah " Ya" Atau " Tidak

Untuk orang-orang yang aku kasihi. Hidup kadang kejam dan seolah tak memihak pada kita yang seolah menjadi korban kehidupan. Selayaknya kita diberi raga untuk kita jaga agar kesehatan selalu terjaga, biar bisa mengarungi dengan penuh semangat untuk mensyukuri hidup dengan berusaha. Namun, ketika datang sebuah dilema dalam kehidupan, terkadang kita lupa semua itu ada sebuah cerita dibalik cerita yang tentunya sulit kita ungkap sebelum kita tersadar sutuhnya sadar dengan ikhlas.

Banyak sekali mungkin dari Loyalis yang sering menemui kisah yang sering terjadi dimasa kita meyakini seseorang bakal menjadi istri kita, atau yang pantas mendampingi hidup kita, menggantungkan sebuah rasa yang kelihatannya baik tapi itu adalah keburukan yang tanpa disadari akan menjadikan orang lain tersakiti.


sangking baiknya sang wanita, kadang dia tak sadar sebenarnya itu jawaban yang gantung dan tidak memberikan sebuah penegasan yang jelas, yang membuat langkah laki-laki itu maju atau mundur. Menunggu kepastian yang semu dan menjadi serba salah, sebenarnya apa sih makna dari kiasan itu. Dan sadar atau tidak wanita itu memberikan sebuah pengharapan yang kosong bila dia sebenarnya ingin menolak tapi tak tega.



Ya, kita masih membicarakan kisah tentang dilema dalam sebuah percintaan. Saat kita mencoba memberanikan diri untuk menyatakan sebuah rasa kepada orang yang kita sayangi. Kita dihadapkan terhadap dua kemungkinan. Di tolak atau di terima. "Ya" atau "Tidak". Tapi, dunia tak seindah yang kita bayangkan kawan.....!! Kadang kita tak menduga-duga jawaban yang kita terima diluar dugaan kita. kadang dijawab " adik kakak saja ya?". atau kadang juga "Kamu terlalu baik buat aku, aku gak pantas untukmu", " Lebih baik kita sahabatan saja" . diluar jawaban "Ya" atau "tidak". Alasan dari sang cewek juga sederhana dan terlalu baik, tidak ingin melukai perasaan yang menyatakan ketulusan kepadanya bila dia menjawab dua pilihan yang pasti itu.

Jujur,, sangking baiknya sang wanita, kadang dia tak sadar sebenarnya itu jawaban yang gantung dan tidak memberikan sebuah penegasan yang jelas, yang membuat langkah laki-laki itu maju atau mundur. Menunggu kepastian yang semu dan menjadi serba salah, sebenarnya apa sih makna dari kiasan itu. Dan sadar atau tidak wanita itu memberikan sebuah pengharapan yang kosong bila dia sebenarnya ingin menolak tapi tak tega.

Nada sederhana ini aku dengar dari seorang temanku yang bernama Adi.. Temen seperjuangan kemasyarakatan di lingkungan sekitar rumahku sendiri. Yah, walaupun sedikit PK (Baca: Penjahat Kelamin), tapi ketulusan memaknai sebuah hidup perlu aku acungi jempol. Maklum usia juga masih terbilang muda namun  mau juga berjuang dijalur sosial itu sudah sangat luar biasa. Mengingat seusianya banyak yang sibuk dengan urusan pribadi. 

Disela-sela pagi aku bergegas merapikan rumah, karena tamu dari kudus sedang mau silaturrahmi untuk mendekatkan tali persaudaraan. Capek, raga. Setiap pagi harus merasakan bagaimanarasanya menjadi seorang babu yang disuruh ini itu. Tersadar juga makna pekerjaan seorang wanita yang selalu setia, siaga, dan juga menyeimbangkan kehidupan rumah tangganya biar selalu terarah saat saat sang imam atau nahkodanya sedang lunglai kehilangan arah dalam menentukan arah bahteranya.

Adi datang saat aku baru saja memulai tugas mengepel rumah.
"Woi bro" sapa Adi.

Terlihat muka ceria yang tsetengah dipaksakan untuk tersenyum.

=======

Aku teringat saat lebaran hari keempat saat aku minta dia tanda tangan untuk undangan  musyawarah remaja mushola dia cerita tentang keadaan dia yang sedang galau menanti sebuah kepastian dari wanita yang dicintainya. Sebut saja dia Klara. Seorang gadis yang Adi kenal dari sebuah jejaring sosial What's Up.


Klara seorang gadis dari kendal, yang berwatak sangat tekun, raut wajah yang selalu teduh, dan begitu kental dia memegang teguh sebuah nilai-nilai agama dalam perantauannya disemarang. Dia begitu indah dimata Adi dan berniat untuk  menjalani hubungan yang lebih jauh dari sekedar teman kenalan.

Dia menceritakan peningkatan statusnya yang dulu hanya sekedar berteman kini menjadi bersahabat dan lebih intens lagi dia sering ketemuan dengan Klara yang kebetulan bekerja di daerah Tlogosari Semarang Timur.

Selama bulan puasa ini, Adi sering diajak tarawih bareng dmasjid yang terletak tidak jauh dari tempat kontrakannya yang terletak tidak jauh dari tempat Klara bekerja. Walaupun Adi sering berhalangan karena kerjaannya yang sering pergi keluar kota untuk mengantarkan barang pesanan produksi. Belum lagi kalo aku paksa untuk off dulu kerja rewang tadarusan dimushola.

Sampai puasa usai dan berganti menjadi idul fitri masih terlihat mesra dan akrab ketika Adi berbincang entah lewat jejaring sosial ataupun lewat sms.

Selama proses perkenalan itu, sampai Adi menyatakan sebuah rasa hatinya.  Sangat welcome Klara menyambut cinta itu walaupun dengan jawaban yang diluar dugaan juga " Mengalir seperti air", jalani saja seperti aliran air. "Nanti nek hanyut gimana jal?" batinku dengar cerita itu.

Nah, singkat cerita, Hanyut juga terbawa arus kisah cinta mereka.
Saat Klara pulang mudik idul fitri, terlihat perbedaan kemesraan yang dirasakan adi. Saat disms atau chat gak seperti biasanya. Klara terkesan menjauh dan seperti ada yang disembunyikan.

Keanehan itu mengusik hidup adi dan berusaha untuk mencari kejelasan dari Klara, apa yang sebenarnya terjadi. Katanya mau dijelaskan kalo Klara sudah sampai disemarang. Tapi adi memaksa dan akhirnya Klara cerita kalo dia sudah dijodohkan orang tuannya.

Serasa kiamat dunia yang dirasakan adi. Padahal Adi sudah sampai menceritakan semua tentang Klara kepada orang tuanya dan disetujui. penilaian orang tua Adi sngat positif tentang Klara. Adi juga berniat untuk memperkenalkan Klara kepada ibu dan keluarganya karena kebetulan Ayahnya sudah meninggal dunia.

Kilas balik cerita itu masih terngiang jelas dalam memoriku bagaimana sebuah Ketulusan dalan kesemuan dalam prosesnya yang enggan menyatakan secara tegas sebuah jawaban "Ya" atau "Tidak".

 =======

Ayunan pengepel lantai ku aku hentikan sejenak melihat kedatangan Adi. Setelah aku ajak duduk diteras rumah, Adi mulai cerita semuanya.

"Kemarin aku baru ketemu Klara, Bro." kata Adi.
Seketika raut wajah yang seolah ceria berubah cuaca berawan dan mendung.
"Klara?" tanyaku.
"Iya"
"Brati udah kamu temuin Klara dikendal?"
"Udah"
Jawab Adi singkat semakin mendung wajahnya. Aku hanya berinisiatif untuk dia tenang.
"Rokokan dulu Bro, biar tenang." sahutku sambil mengulurkan rokok dihadapannya.
"Trimakasih" Jawabnya sambil tak menghiraukan tawaranku.
"Komitmen yang tulus ga selalu d terima dan dianggap baik." Kata Adi singkat dalam.

Terbawa  dengan suasana angin yang semilir dipagi hari. Aku hanya bisa melihat sebuah tatapan kososng yang berat atas sebuah komitmen yang tela dia sematkan dalam-dalam di hatinya.

"Klara sudah dijodohkan dengan pilihan orang tuanya." lanjut Adi.
"Sebenarnya Klara juga tidak mau dan tidak suka ma pilihan orang tuanyatapi dia tak kuasa menolak."

Alam pun terasa memihak Adi waktu itu dan semilir angin semakin kencang dengan beranjaknya matahari yang kian meninggi.

 "Udah tukar cincin atau gimana je?" tanyaku diplomatis.
"Belum. padahal dia udah aku yakinkan kalau itu masih bisa dirubah dan aku siap bertanggung jawab dengan omonganku, aku siap menghadap orang tuanya dan mengjak dia menikah. Aku siap menghadap orang tua Klara dengan catatan dia berani memperjuangkan rasa dihatinya." jawab Adi dengan nada tinggi.
"Terus? jawabannya? tanyaku
"Dia tidak mau. Dia setengah dikecam ibunya kalau gak jadi menikah ibunya akan pergi dari rumah."
"Lho, kok gitu? Padahal juga belum ada tukar cincin atau lamaran?"
"Iya, tapi katanya dia dihadapkan pada dua orang sat dia dijodokan dirumahnya, dia disuru memilih salah satu dari kedua orang tersebut, dan orang yang dia pilih dengan terpaksa, ingin segera cepat-cepat menikah"

Semakin meninggi nada suara Adi yang terbawa dalam ingatannya begitu kejam waktu itu tak memihak kepadanya. Jeda sejenak, untukku menyulut rokok biar gak terbawa arus dan bisa menilai obyektif.

"Lha, gak kamu jelskan ketulusanmu itu untuk memperjuangkan sebuah rasa, Bro?" tanyaku.
 "Udah. Dia hanya menjawab aku terlalu baik untuk dia."
"Mengenai tawaranmu itu Klara menjawab apa?
"Belum sampai menjawab, aku pun juga terbawa perasaan. baru kali ini aku menangis."
"Mosok?" jawabku tidak percaya.
"Beneran aku nangis, baru kali ini aku merasakan sebuah ketulusan dan merasa nyaman dan bener-bener aku yakin dia adalah orang yang aku cari untuk kehidupanku yang baru dan selamanya."

Terasa berat memang kalo dipikir secara logika seperti ada yang mengganjal juga. Realistisnya dia memilih mengiyakan pilihan kedua orang tuannya. Satu sisi memang tidak salah karena itu menyangkut kehormatan keluarga Klara. Namun, disisi yang lain Adi juga gak bisa disalahkan karena realitas yang terjadi itu masih dalam tahap belum sampai akad nikah dan semuanya mungkin. Cinta juga kadang menabrak sisi normatif yang awam.

"Gini aja biar kamu lega, ketemu untuk yang terakhir, perjelas apa yang melatar belakangi semua kejadian itu dan kamu tetep harus obyektif. Biar kamu tahu sebenarnya apa sih yang terjadi? Setelah kamu tahu. Ambil sikap yang sama-sam dewasa. dan kamu jangan berharap banyak. Perjelas statusmu sampai Klara mau bicara Ya atau Tidak. Hanya dua opsi itu jawaban yang harus Klara pilih dan gak ada opsi lain." Sahutku tenang.

"Iya aku paham" jawab Adi dengan sedikitkelegaan yang terpancar dari sorot matanya.


Cerita ini mengingatkanku tentang arti sebuah penantian jawaban. Kejadian ini juga merefleksikan n kisahku dengan Nada, yang seolah tidak ingin menyakiti dengan jawaban " Adik Kakak" saat aku menyatakan kesungguhan rasa hati ini kepadanya. Namun bila ditelisik secara mendalam jawaban seperti ini membuat status gak jelas, menggantung dan membunuh orang yang sebenarnya tidak ingin disakitinya dengan jawaban seperti itu. Kalaupun efek pereda rasa sakit iya, tapi itu sementara. Lha efek sakitnya sak modare yo jek mbekas.

Mau move on bingung kalau-kalau si dia ternyata membuka hati untuk kita. Serba salah. Mau nrima orang yang lebih mencintai kita apa adanya, bingung karena takut disangka tak setia menunggu sebuah jawaban.


Mungkin bagi sebagian orang. " Dadi wong lanang kok cemen to ? wong wedok jek akeh". Iya benar, wanita masih banyak di bumi ini. Itu diambil dari sudut yang sempit. Nah, semisal kayak cerita diatas dan ceritaku, ada sisi yang lain yang ternyata yang tidak diketahui orang banyak namun semua mengerti rasa itu, yaitu "SEBUAH RASA TANGGUNG JAWAB DAN KONSEKWEN DENGAN SEBUAH UCAPAN DALAM KETULUSAN CINTA YANG APA ADANYA!"


Sedangkan kalo menjawab "Ya" atau "Tidak". Kemungkinan rasa sakit hanya bener-bener sekejap bila jawabannya "Tidak". dan tidak sampai berlarut-larut sakit dari pihak yang mengungkapkan perasaan dengan penyikapan yang dewasa . dan dipihak cewek juga lega tidak memberikan harapan yang semu walaupun sedikit menyakitkan saat ini tapi tidak untuk selamanya.

 

Dan semisal jawabannya "Ya" Jadi jelas dan gamblang nih semua pihak. Entah dari pihak laki-laki bisa menentukan sikap ke plaminankah atau tunangan dulu sebelum menikah. begitu juga sebaliknya di pihak cewek, bisa menentukan sikap terhadap kumbang yang lain datang, dan mensinergikan diri dengan segala ketulusan hati membuka lembaran baru terhadap orang yang telah dia pilih sebagai calon imam.

 

 
Pilihannya sekarang hanya dua"Ya" atau "Tidak". Biar semua jelas, semua gamblang. baik terhadap pihak laki-laki maupun perempuan.

Pilih yang mana Loyalis??????



^_^
LihatTutupKomentar

Iklan