Semalam di jembatan layang
Hari raya idul fitri telah memasuki malam ke empat di bulan
syawal 10 bulan delapan. Seharian tadi aku hanya diam dan menyibukkan diri
dengan membaca buku. Tak perduli dengan hamparan piring dan gelas yang kotor
aku biarkan saja. Jengkel aku dengan ibuku yang masih saja g mengerti tugasnya
padahal yo nganggur dirumah. Ruang tamu pun masih terlihat berantakan karena banyak
sisa-sisa sampah diruang tamu dibiarkan begitu saja gak dibersihin. Aku masih
sibuk di luar untuk bersilaturrahmi seharusnya saling memahami lah. Aku pun
sekarang sudah disibukkan dengan urusan sosial, keluargapun sudah waktunya
ditata. Aku sedih adikku ridho dan rama gak mendapat percontohan yang baik
untuk penataan akhlaq. Tercermin dari hari raya tahun ini masih sama dengan
hari kemarin. Anak-anak dibiarkan begitu saja bergaul sesukanya, saat ada
tetangga atau kerabat yang datang berilaturrahmi didiamkan begitu saja. Tidak di
premake ( baca: didorong) untuk sekedar bertemu dengan kerabat agar bisa
menjalin keutuhan persaudaraan dan mempertahankan tradisi.
Aku galau tingkat dewa hari ini. Satu sisi aku harus menjadi
pemain bayangan untuk membantu menata segalanya. Meletakkan pondasi awal dalam
tatanan pribadi dan keluarga kecilku, belum lagi keluarga besar yang bagaimana
caranya memper erat tali silaturrahmi di dalam keluarga dari bapakku dan juga
keluarga dari ibuku. Masih ditambahi tugas dalam memimpin remaja mushola karena
bapakku kebetulan seorang Ta’mir Mushola yang sedang merintis tatanan kaum yang
baru berdiri tiga tahun ini. Dengan kemampuan ilmu dan pengalamanku yang masih
terbatas dan umur yang masih terlihat seperti anak baru kemarin.
Aku pun punya mimpi untuk berlari dan mengejar mimpiku
dengan berkarya dalam musik yang masih aku berproses didalamnya. Tertimpah lagi,
dengan urusan wirausaha yang mengharuskan aku berlari dalam proses belajarnya
untuk mempertahankan bisnis yang ditinggalkan oleh pak likku. Kebun jambuku
juga harus dirawat karena musim kemarau sudah tiba dan tentunya membutuhkan
banyak air dalam mengatasi musim kembang kali ini. Modalku habis untuk menutupi
kekurangan dalam mengorganisir remaja mushola yang yang tidak sedikit. Sedangkan
aku seorang penyandang kebutuhan khusus karena kurangnya penglihatan.
Aku hanya terdiam sejenak ketika melihat itu semua melintas
dikepalaku. Mencoba tegar dalam diam Dan termenung. Namun, tak tega juga
melihat rumah yang berantakan. Kesannya gak menghormati tamu. Apalagi Alim
belum rewang lagi dirumahku. Yah, aku bantu-bantu sedikit meringankan beban
orang tuaku, dengan sedikit umpatan karena sebuah PR dan tanggung jawab yang
besar sudah menanti. Melihat kenyataan yang terjadi masih banyak yang harus aku
tata. Tanpa menyalahkan satu pihak dan menyadari semuanya memang atas kuasa
Tuhan aku bisa melihat yang orang lain tidak dapat melihat.
Teringat wejangan klasik, barang siapa yang sudah mengetahui
sebuah kedzoliman maka bila dia mengerti dan membiarkannya, orang itu termasuk
dzolim. Sedangkan aku melihat semua sisi lemah yang dipertontonkan orang lain
dan mungkinkah diri ini hanya diam? Hanya tipikal pengecut yang mendiamkan
sebuah keburukan. Walaupun sampai aku berkorban gak memegang uang sepeserpun di
lebaran ini tetap aku syukuri. Semua sudah habis untuk beli perlengkapan
mushola mulai dari lampu yang mati dan tetek bengekke yang tak terlepas dari
tenaga yang harus aku memberi sekedar rokok, walaupun tenaga gratis aku harus
menghormati pula tenaganya walaupun itu teman sendiri. Belum lagi iuran remaja
yang belum klir dan sampai aku berhutang sana-sini untuk menutup kekurangan
demi sebuah nafas kebersamaan. Semua itu bukan masalah uang belaka. Hanya saja
aku masih membutuhkan waktu untuk aku siap mengatasi segalanya. Namun, seolah
waktu tak berpihak dalam keluesannya. Menentutku belajar dan beramal diwaktu
yang bersamaan.
Lagi-lagi aku penat. Dengan berjalannya waktu yang terus
berputar, aku harus membaca dan berlari seirama dalam tutur dan perbuatan. Melihat
alam rumah yang seperti kapal pecah akhirnya aku tandangi juga semua gawean
rumah yang seharusnya dikerjakan seorang wanita. Berkeringat dan cukup
membuatku lemas. Dan dari pengalamanku ini aku merasakan betapa ajaran Nabi
yang menganjurkan mengindahkan wanitamu baru aku rasakan. Begitu berat tanggung
jawab yang dipikulnya. Dia bertanggung jawab atas kendali dirumah tangganya,
mendidik anak-anaknya dan jugamelayani suaminya. Belum lagi kalo ada kerjaan
ekstra lainnya.
Setelah aku rampung dan bersih rumahku, tak niati hari ini
di siang hari H+3 Lebaran aku hanya ingin membaca buku dan Alhamdulillah kalo
bisa nyambi nulis di blog. Jam 10 Pgi setelah selesai juga ngunduh jambu yang
sudah matang disekitar rumahku. Coba nih aku berwudhu dan coba mulai saat ini
aku belajar mengistiqomahkan shalat dhuha 2 rakaat dan membaca surat waqi’ah
biar hati juga adem, dan juga dalam rangka belajar setengah memaksa diri untuk
disiplin diri dalam menjalankannya.
Aku membaca aku membaca
buku karangan Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec. (Nio Gwan Chung) dengan bukunya yang berjudul
“Muhammad Saw The Super Leader Super Manager” yang membuka mataku untuk
memiliki sebuah keteladanan dalam diri Nabi Muhammad Saw. Terhenyak aku dengan
bahasa yang akademis, walaupun sedikit berat bacaannya aku coba membaca sampai
aku di bab 3 yang merangkum berbagai referensi buku dalam penulisan buku
tersebut. Tersadar semua ini berbicara sebuah
kepemimpinan yang amanah terutama
tugasku sebagai manusia yang utuh.
Keluhanku selama ini tidak seberapa dibandingkan semua
ungkapan yang berada di buku terebut. Tentang pekerjaan rumahku yang menumpuk
dalam satu tahap kehidupan yang baru.
Merifresh sejenak beban diri dan otak yang terhenti untuk
berfikir, aku merangkumnya dalam sedikit catatn kecil tentang buku tersebut
sebagai referensi baru biar aku ingat di blog dan berbagi dengan sahabat- sahabatku
di Loyalis Tujuh. Mungkin bila tertarik bisa Loyalis cari di tautan di bawah
ini.
Melanjutkan sebuah perjalanan yang ingin aku belajar untuk
hening. Tak terasa sampai sore hari aku membaca itu dan akhirnya menyadari
masih banyak yang harus aku benahi, di mulai dari diri sendiri. Lakukan apa
yang bisa kamu lakukan untuk menggerakkan orang banyak dan mendapatkan sebuah
kepercayaan. Dan sekaligus menjadi penyelaras semua yang ingin kamu bangun dan
tinggalkan kepentingan pribadi demi terwujudnya cita-cita yang khakiki.
Saat malam hari aku mencba setengah berpikir untuk mencoba
merasakan gejolak diri ini yang semakin menjadi. Walaupun aku juga di
silaturrahmi teman-temanku, aku mencoba menginternalisasikan apa yang aku baca
dengan nyambi bertemu tamu-tamu dari alumni dan juga dari keluarga yang ingin
ngajak bersilaturrahmi ke rumah kerabat, juga mengurusi sebuah perkara yang
lebih njelimet menemui tamu yang selama ini aku agak menggampangkan dan tidak
mempunyai kepercayaan diriku.
Saat malam datang tamu dari demak datang , semua tukang
bangunan yang pernah mandegani gawean di mushola al ikhlas hadir ke rumahku. Mereka
adalah mbah yasir, pak abu, pak masri dan juga pak tur yang berasal dari
mbuyaran demak. Aku bercanda dan mendapat berbagai hikmah dari pertemuan itu. Setelah
itu aku mencob a mencari pemandangan baru dengan berjalan-jalan dengan anas
untuk melepas stres di jembatan layang bangetayu sekaligus mencari jajanan
karena sejak tadi aku mau makan tapi tidak ada lauknya, setelah semua selesai
dan aku berbicara sekedar ingin
memecahkan masalahku dengan anas malam ini di jembatan layang.