17
mei 2013
Semarang. Jum’at Legi 17 Mei 2013
/ 7 Rajab 1434 H
Dua malam ini aku tanpa tidur dan
masih terpaku dengan getirnya semua ini. Merasakan paitnya iman yang aslinya
manis. Mendung pagi ini yang menyeruak dalam, membuatku semakin terisak dalam
jerembab tabir kekosongan. Pagi ini ada kuliah terakhir bahasa inggris yang
menuntutku untuk berangkat krena tanggung jawabku sebagai komting.
Gak ingin apa-apa. Sesekali sms
jikah untuk memberi suport walaupun sebenarnya yang membutuhkan suport adalah
aku. Ku buatkan jikah email dan juga facebook biar dia bisa tetap berinteraksi
denganku didunia maya, dunia imajinasi dan bisa melihat status-statusku dan
semua yang aku tulis di blog ku. Biar dia tau semuanya.
Aku sengaja telanjangi rahasiaku
disini agar orang lain gak lagi telanjang. Memakai semua apa makna yang
tersirat dari apa yang telah aku tersuratkan. Dan yang lebih penting lagi ini
adalah sebuah pemaknaan yang aku cari dalam blogku Loyalis Tujuh, meniti jalan
keselamatan yang tidak hanya berwacana tapi juga berlaksana dalam amal yang
memang ini aku dan semua sahabat-sahabat alami.
Di usiaku 23 tahun mengenai
asmara mungkin kita pastinya yang menginjak usia ini tentunya mengalami
berbagai kompleksitas cinta yang rumit. Berbeda saat cinta-cintaan yang terjadi
sewaktu SMA.
Banyak aku berbincang dengan
teman yang mengalami cerita yang mirip denganku. Dan aku sangat terkesan dengan
semua pengalamannya. Cinta adalah bahasa universal, bahasa penganggukan masal
akan arti kasih sayang secara utuh, percaya, ikhlas syukur secara tindakan dan
segenap perasaan.
Selepas pulang kuliah jam 11
siang. Rasa kantuk nan berat membuatku menyenderkan badanku di dinding kayu
ruang keluarga rumahku, tak sadar aku terlelap tanpa terjaga sampai kumandang
adzan ashar membangunkanku.
Aku tidak jum’atan waktu ini,
entah apa rasa yang bercampur dalam hatiku waktu ini. Aku ingin tidur
selamanya. Mendung langit sore itu semakin gelap dan pekat, sebuah cerminan
hati yang menggambarkan perasaanku waktu ini. Aku harus bergegas mencari kado
untuk jikah. Aku tau maksudnya memberiku sajadah merah hati. Dia ingin aku bawa
namanya dalam setiap sujudku. Aku pun memberikannya sebuah kado yang serupa
dari apa yang diberikannya tapi tak sama.
Sebuah kado cokelat untuk nada
aku simpan rapat entah buat siapa kelak. Dan cuaca sore itu sungguh tak
bersahabat. Petir yang terus menyambar dan juga angin yang menandakan hujan
akan turun. Alhamdulillahnya sebelum hujan turun aku sudah dapat membeli sebuah
kado dan mampir kerumahnya ali karna anas ada disitu.
Aku minta tolong pada anas untuk
mengantarkanku walaupun hujan turun cukup lebat gak ada terang sedikitpun.
Jikah terus saja sms mengharapku dan menunggu kedatanganku di pesta
pernikahannya. Aku jawab nanti nunggu hujan berhenti. Dia ngeyel sampai jam
21.30 hujan masih aja turun dan semakin lebat. Aku paksa anas untuk terjang
hujan ini dengan berbekal payung. Jarak yang harus aku tempuh karna hujan yang
turun tanpa henti, mengharuskanku mencari jalan memutar kerumahnya krena
jeleknya jalan pintas yang biasanya aku lalui untuk kerumahnya, belum lagi
hujan yang semakin menggila dengan angin ributnya apakah ini sebuah pertanda
akan sebuah kegundahan hatinya? Jujur aku gak kuasa untuk melihat
pernikahannya. Tapi demi keikhlasannya cukup aku yang tau rasaku yang
sebenarnya.
Saat aku datang disitu jam 22.10
aku bingung karena jikah udah tidak di panggung pengantin, bangku yang tersedia
di depan penuh oleh tamu undangan. Hujan yang semakin menggila membuatku harus
mencari tempat berteduh, aku ingat didekat rumahnya jikah ada mushola dan aku
putuskan untuk istirahat disitu dulu sambil nunggu balasan sms dari jikah.
Setelah dijawabnya smsku. Aku gak
percaya dia menyusulku dimushola dengan pakaian serba hijau, dia menyapaku,
tapi aku tak mendengar apa-apa karna kagetku waktu itu, aku hanya memandang
anas kosong tak tau aku harus apa.. aku dituntun anas mengikuti langkah jikah
agar aku ikut kedalam rumahnya. Tapi aku tidak tau maksud anas ataupun jikah, aku
hanya dipapah anas mengikutinya duduk diantara banyak tamu undangan dihalaman
rumahnya. Aku tak tau apa-apa,,
dimana najikah..................???
dia menghilang..........
dia menghilang,,,,,,,,
dimana dia....
dimana najikah?? Teriakku dalam hati, masih
dengan tatapan kososng aku ditepuk anas.
“wis, kado iki kudu awakmu sing
ngekne dudu aku.” Gertak anas.
Memang rencanaku kado itu yang
menyerahkan anas bukan aku. Tapi,,,, aku tak tau apa-apa,,,,
aku dimana?? Mau apa aku
disini....
Adik najikah menghampiriku,
memintaku dan anas untuk masuk kedalam rumahnya, sedikit memaksa dan diraihnya
payung yang aku pegang erat
“tak bawakan kang...” timpal
adiknya jikah.
Dia menuntun aku masuk kedalam
ditunggu najikah didalam. Masih saja aku tak tau apa-apa,,,,,,, ini maksudnya
apa......?????!!!
Dia duduk menemuiku dan anas, tapi dimana suaminya, aku
pengen liat.
Tapi dimana????
Dihadapanku ini apakah najikah??
Seperti orang linglung yang
bener-bener gak tau apa-apa. Aku hanya bisa beristighfar dan shalawat
sebanyak-banyaknya biar akal sehatku kembali, agar aku bisa kuat menerima ini
semua.
“dimana suamimu kah?”aku bertanya
pada jikah
Dia menoleh kebelakang terlihat suaminya
yang diisyaratkan najikah untuk mendekat dengannya untuk aku sekedar ngobrol
tapi suaminya cuek, sementara dia masih melayani tamu dan entah tau atau tidak
statusku dulu ma jikah.
Setelah beberapa lama kemudian,
suaminya mau duduk disamping najikah dan aku coba ngobrol santai dengannya.
Saat aku ngobrol dengan suaminya, najikah menunduk dalam entah apa yang dia
rasakan. Apakah sama denganku atau tidak. Apakah selinglung aku waktu itu atau
tidak. Aku tidak tau. Dan anas menepukku untuk pulang melihat keadaan yang
kalau terlalu lama gak baik buat aku dan najikah sendiri.
Aku tak tau apa-apa,,,,,
aku mau apa juga gak tau....
aku ngikuti anas saja. Kuberikan
kado itu dan berlalu walaupun aku ingin memandang jikah lebih lama lagi aku gak
kuat....
aku harus apa??.............
aku harus bagaiman???
Shalawat dan istighfar ini yang
menyadarkanku untuk melangkah pergi dari rumahnya dan hujan malam itu semakin
menggila dari pada saat aku berangkat tadi.
Aku buang saja payung dan aku
buang pakaianku untukku hujan-hujannan hanya sarung yang masih menempelku.
Anaspun hanya diam, tanpa sepatah katapun mencemooh lakuku saat itu. Rasaku aku
terbang. Seperti anak kecil yang mengamini tangis air mata langit yang
beriringan dengan air mataku atas pernikahan najikah dengan joko purnomo.
Semoga menjadi keluarga yang
sakinah, mawadah, warahmah. Mendapatkan rahmat, ridho serta hidayah dari Allah
Subhanahu Wata’ala Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui rahasia dibalik
rahasia. Yang Maha Mendengar segala suara hati yang tersimpan rapat sekalipun
Aku ikhlas kah.... aku
ikhlas.....
Trimakasih atas segalanya, apapun
yang kamu korbankan untukku kelihatannya sampah bagiku dulu tapi sekarang baru
aku sadari itu semua adalah tumpukan sampah yang berisikan emas murni dan itu
pembelajaran yang sangat berarti bagiku......
“I
FEEL NOW I FLY TO MARS AGAIN, TOGETHER THAT FALLEN, AND I BELIEVE THIS IS FOR
THE BEST OF THE BEST. I WILL LIFE GO ON AND MOVE ON....”
---@<3<3@---