Iklan

TIGA TAHAPAN IKHLAS


"Maka dari itu, qanaah merupakan salah satu rahasia diri seseorang agar dapat bersyukur terhadap nikmat apa pun yang telah Allah berikan kepada kita. Sikap qanaah sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena qanaah dapat menghindarkan seseorang dari sifat serakah, tamak, rakus, terlalu berambisi dan sifat-sifat sejenis. Akan tetapi, untuk menumbuhkan sikap qanaah tidaklah mudah, apalagi pada saat sekarang sering dijumpai orang-orang yang selalu merasa kurang dan merasa tidak puas dengan segala hal yang telah dimilikinya."







Rembang, 22 Agustus 2013



Semalaman ini aku dan rombongan dari Semarang menginap di rumah Mbah Abdul Mu’in seorang Guru dari Dukuh Nggedur Desa Karas Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang. Aku berangkat sejak hari rabo bersama Kang Shokib, Kang Imam Suprapto, Nur Anas, Muhammad Amiruddin, Mansur. Dari Semarang jam 10 pagi dan alhamdulillah sampai Rembang jam 12.30 dengan selamat. Saerombongan mampir dulu ke kos-kosan temen, Ris namanya. Dia asli Dukuh Nglukon Desa Karas yang berdekatan dengan Dukuh Nggedur. Yah, arah kebarat dari Dukuh Nggedur sekitar 3 menit.

Di daerah Nggedur inilah, Dukuh perbukitan di Kabupaten Rembang yang mayoritas penduduk sekitar bermata pencarian peternak dan petani aku menemukan sebuah titik cerah sebuah penghayatan hidup. Memang aku gak mondok disini, jadi gelandangan Semarang - Rembang selama 3 tahun aku mendapatkan pencerahan dari pencarian sebuah pertanyaan tentang kepenata akan sebuah hidup.


Dari sinilah aku menemukan kenyamanan dan darisinilah aku tidak dideskriminasikan. Nah, disinilah aku merasakan makna toleransi dan efektifitas kesadaran dalam diri sesorang tidak dengan memaksa dan langsung memvonis dengan marah-marah dan langsung diomeli, tapi dengan penuh kasih dan dengan sendirinya menyentuh sisi hati seseorang tanpa men-just. Dengan sendirinyaorang itu akan tumbuh rasa sungkan dengan lingkungannya. Dengan niat yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula.

Waktu itu aku masih sangat jahiliyyah. Datang pertama kali di situ, aku masih yang berpakaian ala rock n roll, rantai dimana-mana, kalung, gelang yang masih melekat ala punk-kringan jalanan. Masih belum tertata waktu itu, pertama kali aku ketemu Mbah Mu’in juga aku belum mengerti adab. Umumnya santri berpakaian sarung, kemeja dan peci, saat aku ketemu beliau hanya berpakaian celana tiga perempat, rantai yang menjuntai kemana-mana, kalung, gelang dan rambut yang menantang langit. Beliaupun tidak menegurku dan menyeramahiku, malah disambut dengan senyuman khas tanpa menggerutkan dahi dan juga tanpa prasangka apapun, terlihat dari penyambutan yang ramah sekali. Saat aku ketemu Ibu Ainiyah Istri Mbah Mu’in yang waktu itu masih Sugeng (Hidup) pun tidak memarahiku dengan menjustify seketika.

Dari sinilah aku menemukan kenyamanan dan darisinilah aku tidak dideskriminasikan. Nah, disinilah aku merasakan makna toleransi dan efektifitas kesadaran dalam diri sesorang tidak dengan memaksa dan langsung memvonis dengan marah-marah dan langsung diomeli, tapi dengan penuh kasih dan dengan sendirinya menyentuh sisi hati seseorang tanpa men-just. Dengan sendirinyaorang itu akan tumbuh rasa sungkan dengan lingkungannya. Dengan niat yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula.

Dan aku merasakan itu.satu hari itu aku menginap di situ, dsengan sendirinya aku meminta ma Kang Shokib yang mengajakku untuk minjemi sarung, kebetulan waktu itu aku gak bawa sarung. Akhirnya dipinjemi dari sarungnya Mbah Mu’in dan ini bener-bener timbul dari hatiku sendiri. Aku semakin sungkan. Eh, secara aku sowan kok berpakaian ala rocker jalanan seperti ini. Timbul kesadaran dengan sendirinya tabpa paksaan dan langsung jleb dihati.

Unik memang sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Waktu beranjak senja dan akhirnya setelah menanti temenku dari Cepu yang pengen sowan juga ke tempat Mbah Mu’in, Yudi namanya sudah datang dan Wan, Kang Yon ketemu juga dengan Kang To Tilik temen pribumi Rembang aku langsung ke tempat Mbah mu’in dipuncak gunung di daerah Karas.

Rombongan sampai disana tepat pukul 16.00, rehat sebentar dimadrasah untuk transit, karena disitupun tidak ada pondok yang kebanyakan Kiai memiliknya. Di situ hanya ada madrasah dan langgar (mushola) dan banyak sekali temen-temen santri dari Langitan Lamongan yang ngaji tabarokkan di situ.

Setelah rampung,dan berganti kostum jalanan, karena perjalanan dari Semarang ke Rembang yang ditempuh dengan sepeda motor, walaupun ada temen yang menawari untuk mobilan, gratis tapi rombongan gak mau memang lebih asyikan naik motor. Hehe... (sok cool...padahal gak kuat iuran bensin)

Setelah siap kami bergegas ke ruang tamu dan disambut dengan hangat oleh Mbah Mu’in. Setelah puas bercanda dan temu kangen semua yang disitu terdiam kala Mbah Mu’in bercerita tentang sebuah arti perjuangan, berat dan susah memang tapi harus dihadapi karena setelah kita mengetahui apa yang menjadi sebuah wawasan langsunglah kita mengamalkan, amar ma’ruf nahi mungkar dengan prinsip cinta damai.

Sepertinya Mbah Mu’in mengerti apa yang dirasakan temen-temen semua, semua masih tahap berjuang didaerah masing-masing. Yudi didaerah Cepu yang masih banyak penduduk yang belum mengerti dan menyadari makna islam, banyak anjing disana padahal islam sudah disebutkan air liur anjing hukumnya najis mugholadhoh. Bila terkena harus mencucinya dengan air tujuh kali ambalan salah satunya harus dicampuri debu suci. Bukan bermaksud mendeskreditkan sesama makhluk ciptaan Allah, dinilai dari sisi manfaat dan madhorotnya ternyata banyak menyim pan madhorotnya. Terbukti dengan penelitian-penelitian ilmiah yang menyebutkan air liur anjing mengandung bakteri yang berbahaya.

Nah, seperti ini mungkin jadi perenungan kita semua Loyalis. Bukan mengagungkan sebuah Agama disini tapi sisi baik sebuah tatanan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenararnnya. Nanti akan aku coba membahas tentang air liur anjing ini dipostingan yang lain.

Aku, dan juga semua rombonganpun merasakan juga perjuangan yang berat dikaum kita masing-masing. Aku dengan rombongan dari Semarang yang satu PT. Al Ikhlas. Sebutam guyonan dari kaum Mushola Al-Ikhlas yang selalu saja sambatan (kerja bakti) dalam membangun tatanan umat yang khoiru ummati. Masih membutuhkan banyak waktu untuk mengamalkan semua ilmu dan membudayakan budaya yang baru.

Setelah selesai dengan bincang-bincang yang ringan dan mendalam waktu maghrib tiba dan kita serombongan berjama’ah menunaikan sholat maghrib melebur dengan pribumi sekitar dan berlanjut njagong-njagong (ngobrol-ngobrol) santai dengan penduduk yang menghampiri kami di madrasah sampai subuh, yah dengan budaya asap rokok dan kopi tentunya. Budaya pengakraban silaturrahmi khas Indonesia.

Esok hari matahari menyingsing, kami bergegas bersilaturrahmi kependuduk sekitar dan siang hari saat menjelang dhuhur, kami ijin pamit sekalian menuju Cepu kerumah Yudi untuk bersilaturrahmi juga dengan temen-temen di daerah Sedan, Nggambiran, NARUKAN, Sale di lanjut Ke Cepu. Sebelum melanjutkan perjalanan kita diajak ngobrol santai dengan Mbah Mu’in diruang tamu sederhana yang bangunan disitu semi permanen khas joglo jaman dulu.

Setelah bercanda yang menjadi ciri khas beliau, kita diberi sedikit wejangan yang kelihatannya sederhana tapi berat juga memahaminya.

Kata beliau, ada tiga tahapan untuk mencapai Ikhlas. Pertama, nrimo (Menerima). Kedua, qana’ah) barulah Ikhlas mencapai titik reflek dengan sendirinya.

Sebenarnya kalau diteliti semua bersumber dari kata Qana’ah yang artinya keikhlasan diri menerima apa adanya. Dapat juga diartikan rela hati dan ikhlas menerima apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya serta merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Qanaah dalam hal ini adalah menjauhkan diri dari sikap selalu tidak puas terhadap apa yang sudah dimiliki. Rela menerima apa adanya serta menjauhkan diri dengan bermalas-malasan dan tidak mau berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Tetapi jika seseorang sudah berusaha dengan sebaik-baiknya namun hasilnya belum maksimal atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka dengan rela hati diterimanya hasil tersebut dengan rasa syukur dan lapang dada.

Maka dari itu, qanaah merupakan salah satu rahasia diri seseorang agar dapat bersyukur terhadap nikmat apa pun yang telah Allah berikan kepada kita. Sikap qanaah sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena qanaah dapat menghindarkan seseorang dari sifat serakah, tamak, rakus, terlalu berambisi dan sifat-sifat sejenis. Akan tetapi, untuk menumbuhkan sikap qanaah tidaklah mudah, apalagi pada saat sekarang sering dijumpai orang-orang yang selalu merasa kurang dan merasa tidak puas dengan segala hal yang telah dimilikinya.

Banyak orang yang tidak mengetahui hikmah yang dapat diambil dari sikap qanaah, padahal sikap qanaah dapat mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya dan menambah rasa kecintaannya kepada Allah. Orang yang mempunyai sikap qanaah selalu menanamkan pada dirinya bahwa apa yang diperoleh atau apa yang ada pada dirinya merupakan ketentuan Allah.

Semua bahasa ini pun perlu dikupas. Pertanyaannya, bagaimana caranya kita sampai ditahapan qana’ah ini? Ada satu kutipan sederhana tapi banyak hikmah disitu, kita haruslah titen (ingat), setiti (teliti) dan berhati-hati.

Titen (ingat), disini kita selalu mengingat apa yang kita pernah lakukan entah itu baik buruk, gagal atau sukses sebagai bahan kajian kita untuk mengintrospeksi dengan teliti ditahapan kedua untuk menemukan sebutir mutiara yang tercecer tanpa menyalahkan diri sendiri, sebagai bekal wawasan dimasa mendatang dengan menjadi peneliti yang baik.dan kemudian menjadi kehati-hatian kita untuk menjalani kehidupan biar selalu mensyukuri apa yang ada.
LihatTutupKomentar

Iklan